Setiap pekerjaan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak punya resiko dan tanggung jawabnya masing-masing. Mulai tingkatan bawah hingga ke tingkat manejerial sekalipun. Untuk menghindari segala resiko buruk apapun, semua pegawai dengan semaksimal mungkin melakukan pekerjaannya dengan baik, teliti, dan dengan kehati-hatian.
Seperti yang dialami Kepala Seksi Keberatan dan Banding I Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Dewi Sulaksminijati dan Kepala Seksi Keberatan dan Banding IV, Kanwil DJP Jakarta Khusus Abdul Gani. Kedua kepala seksi ini pun tahu betul resiko pekerjaan mereka. Sehingga dalam bekerja dengan kehati-hatian dan teliti harus senantiasa dilakukan.
Meski berupaya bekerja dengan baik, tetap saja, rasa ketakutan menghantui keduanya. Ketakutan akan dikriminalisasi yang hingga kini masih menggelayut di pikiran.
"Dukanya ketika kita sudah tanda tangan di berkas keberatan, ada kemungkinan kita berpotensi suatu saat ya, kalau kita tidak melakukan sesuatu tapi kita dipermasalahkan, ada kemungkinan kita dikriminalisasi. Itu ketakutan yang sampai sekarang belum bisa terhindari," kata Abdul Gani.
Kriminalisasi yang dimaksud adalah ketika seorang petugas pajak melakukan pekerjaan yang dinilai lalai atau tidak melakukan satu prosedur pengujian tertentu dari berbagai pilihan teknik pengujian. Dari sinilah petugas pajak itu berpotensi dikriminalkan (proses mempidanakan seseorang). Resiko di keberatan banding memang cukup tinggi. Misal, jika keberatan wajib pajak dikabulkan, masyarakat akan menganggap ada unsur merugikan keuangan negara.
Jika dalam suatu pemeriksaan terhadap wajib pajak dinyatakan ada transaksi objek pajak pertambahan nilai (PPN), maka wajib pajak tersebut tentulah harus membayar PPN. Namun wajib pajak keberatan. Saat diteliti, ternyata menurut tim yang meneliti keberatan (Penelaah keberatan, Kasi, Kabid) transaksi tersebut bukan objek PPN artinya mengabulkan keberatan wajib pajak dan wajib tidak perlu bayar PPN atas transaksi tersebut.
Dalam situasi seperti inilah yang membuat penelaah keberataan rentan dikriminalisasi meski ia tidak menerima sepeser uang pun dari wajib pajak. Tapi ia bisa dicurigai dan dituduh melakukan tindak pidana korupsi atau menahan masuknya penerimaan negara.
"Ini menjadi resiko dari semua teman-teman yang berada di keberatan banding pada saat mereka harus mengabulkan mereka dihadapkan dengan kondisi (dianggap) merugikan negara. Ini memunculkan (kemungkinan/potensi) kita bisa dikriminalisasi," tandas Dewi.
Perlu dukungan dari instansi bagaimana memasyarakatkan pekerjaan ini agar bisa diterima tanpa memberikan label buruk terhadap pekerjaan penelaah keberatan banding ini sebagai suatu pekerjaan yang memang sudah diamanatkan undang-undang.
"Perlu ada pemahaman lebih luas ke masyarakat
Bidang Keberatan dan Banding di KanwilDJP Jakarta Khusus juga punya kewenangan untuk melakukan penelitian terhadap laporan yang diajukan wajib pajak tersebut, apakah itu benar adanya atau tidak. Dari sini akan diproses apakah keberatan bisa diterima atau ditolak.
"Jadi nggak bisa menjustifikasi karena itu bagian kita menjalankan perintah undang-undang," jelasnya.
Meski beresiko tinggi, banyak hikmah, ilmu, dan manfaat yang bisa diambil dari pekerjaan ini. Di bidang inilah, kedua kepala seksi ini mendapatkan banyak sekali pelajaran penting dalam pekerjaannya.
"Saya melihat begitu banyak hal baru yang saya pelajari di sini. Karena materi di kami di keberatan banding sangat kompleks yang selama ini belum pernah saya pelajari lebih jauh. Disinilah tempat untuk belajar," aku Dewi.
"Ini tempat paling tepat mengaplikasikan ilmu perpajakan. Saya senang sekali memiliki komunitas yang luar biasa, komunitas yang sangat menguasai ilmu perpajakan yang sangat mendalam berbagaibrandstorming masalah perpajakan," timpal Abdul Gani.
[cza]
0 comments:
Post a Comment